Jangan Hanya Salahkan Diva (1)

Berita  sepakbola lokal dan nasional beberapa hari ini mewartakan  demonstrasi suporter Persijap Jepara yang ditengarai sebagai ekspresi  kekecewaan terhadap kepemimpinan Diva sebagai pelatih Laskar Kalinyamat.  Performa tim yang belum memuaskan, dan raihan 1 point di dua laga  kandang membuat kubu pecinta bola Jepara was-was terhadap nasib Persijap  selanjutnya di ISL musim ini. Hal itulah yang membuat suporter Persijap  memberi pressure terhadap Diva untuk angkat kaki dari Kota Ukir, atau tekanan pada manajemen untuk memecat Diva dari Laskar Kalinyamat.


Dilihat dari proyeksi manajemen yang ambisius di musim ini, dan torehan prestasi Persijap di dua musim ISL digelar, pressure suporter  terhadap Diva, Manajemen, dan Evaldo cs saya pikir sah-sah saja.  Apalagi beberapa media olahraga nasional juga memprediksi musim ini  Laskar Kalinyamat akan menyodok ke posisi yang lebih bagus. Hal ini  tentu saja membuat Persijaplovers mempunyai ekspektasi lebih  terkait prestasi Persijap di musim ini. Sayangnya, harapan itu terancam  hanya akan menjadi mimpi di siang bolong jika melihat realita permainan  Anam Syahrul cs di lapangan.

Dewasa ini, suara suporter  yang kian membahana adalah akumulasi kekecewaan yang semua itu  semestinya bermuara pada manajemen, tidak hanya pada Diva. Ada beberapa  hal yang masih menyisakan pertanyaan di benak suporter: “Kenapa  manajemen merekrut Diva? Kenapa tidak mengambil Patrick Valley ? Kenapa  tidak merekrut Domingue yang bermain aktif? Kenapa juga menafikan  Amarildo Souza yang ternyata masih bermain cantik? Kenapa justru  mengambil Javier Perez yang tidak qualified? Dan kenapa juga mempunyai ambisi berlebihan?!”

Beberapa  kebijakan manajemen terkait rumusan permasalahan di atas mungkin sudah  bisa diterjemahkan oleh sebagian suporter Persijap, namun beberapa  suporter yang lain banyak yang tidak menyadarinya. Mencermati rumusan  permasalahan di atas, ada beberapa hipotesis dari saya terkait kasus  yang menimpa Persijap sekarang.

Pertama;  Keputusan menerima Diva Alves lebih pada harga kontrak yang jauh lebih  murah dibanding para pelatih lainnya, meskipun manajemen tidak tahu track reccord  Diva selama menjadi pelatih. Hal ini mungkin karena manajemen berkaca  pada keputusan musim-musim sebelumnya yang mengontrak Junaidi, yang saat  itu juga masih belum menjadi apa di jagad kepelatihan Indonesia dan  kini menjadi salah satu pelatih yang famous. Ironisnya,  kebijakan ini justru merefleksikan keangkuhan manajemen yang seakan-akan  ingin melakukan politik pencitraan terhadap seorang pelatih yang from zero to hero. Kebijakan ini adalah kesalahan pertama manajemen yang berspekulasi, mengontrak ‘pelatih’ dalam karung.

Kedua; Keputusan tidak mengontrak Domingue karena faktor ewoh-pakewuh, sebab pemain tersebut dibawa oleh Arnaldo Villalba yang juga ikut seleksi namun justru tidak qualified.  Sebagai manajemen yang profesional, harusnya Anwar Hariyono  mengedepankan urusan klub ketimbang urusan hati Arnaldo Villalba hanya  karena kausal sungkan. Lagi-lagi ini menjadi kesalahan yang nyaris fatal  karena lini tengah Persijap saat ini nyaris tidak bisa menopang lini  depan Persijap yang saat ini masih labil. Enjang Rohiman, seperti yang  kita ketahui, adalah tipe pemain tengah yang lebih pada titik pertahanan  sentral, jadi merekrut Javier Perez, pemain tengah yang mempunyai  tipikal sama adalah sebuah blunder. Karena lini tengah Persijap butuh  sosok seperti Gerrard di Liverpool, yang mempunyai kemampuan sama  baiknya untuk membantu bertahan dan menyerang, dan tipe itu ada dalam  sosok Domingue yang justru dilepas saat pemain itu dikagumi publik bola  Jepara.

Ketiga; masih dalam permasalahan posisi  lini tengah Persijap yang seperti kue donat yang bolong. Kembalinya  Amarildo Souza di bursa seleksi Persijap, harusnya menjadi keuntungan  tersendiri, karena salah satu strategi psikologis Diva adalah menyatukan  komposisi pemain muda dengan pemain senior. Namun manajemen lagi-lagi  justru menutup mata terkait Amarildo Souza yang masih skillfull meski di usia kepala tiga.

Keempat; Ambisi  dan target prestisius yang diproyeksikan manajemen pada Diva Alves  untuk membawa Persijap di lima besar ISL membuat ekspektasi berlebihan  para suporter. Anehnya, Diva Alves justru menyambut target itu dengan over convidence  tanpa mengetahui ketatnya emulasi di ISL. Anehnya lagi, hal itu tidak  diimbangi dengan komposisi pemain yang ideal untuk merealisasikan target  itu. Hal ini membuat kalangan suporter ragu dan ujung-ujungnya kecewa.  Imbasnya, penampilan labil yang disuguhkan Guti Riberio cs membuat  harapan suporter yang sudah terlanjur terbang tinggi terancam hanya  menjadi utopian belaka. Inilah yang membuat suporter marah besar.

Raihan  posisi yang prestisius dengan dana yang minim plus komposisi pemain  yang sederhana, bagi Persijap mungkin menjadi hal yang biasa dalam  sejarah dua musim di ISL. Di musim 2008-2009 Persijap finish di posisi  10 besar, dan di musim 2009-2010 Persijap finish di posisi 9, satu strip  di atas musim sebelumnya. Namun perkembangan sepakbola tidak bisa  dilakukan hanya dengan berkaca pada ‘keberuntungan’ di dua musim  sebelumnya. Bagaimana pun juga seharusnya manajemen sadar bawah finish  di urutan 10 dan 9 di dua musim lalu lebih pada sisi fortunely Persijap  yang akrab dengan Dewi Fortuna. Prestasi yang ditarget 5 besar musim  ini adalah target yang istimewa. Manajemen harus sadar diri, apalagi  jika mengingat tim-tim lain yang memasang target sesuai dengan kemampuan  realistisnya.




Penulis : Yanuar Aris Budiarto (YAB), pemain keduabelas Persijap Jepara.
Photo by : Budi Cahyono
Share on Google Plus

About bagoes

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar